Sewaktu saya memposting tulisan sebelumnya tentang “assalamualaikum
2015”, ternyata ada yang penasaran dengan kalimat saya “tahun duka”. Waaah kayak
rasulullah aja sewaktu ditinggal oleh paman beliau abu thalib dan istri
tercinta beliau khadijah, sehingga pada tahun itu disebut tahun kesedihan atau
a’mul hazn.
Hmmmmm, baiklah meski sebenarnya saya tidak mau
mengingat-ingat peristiwa-peristiwa tersebut. Saya sudah mengikhlaskan
seikhlas-ikhlasnya, karena saya meyakini bahwa ada sesuatu yang telah
direncanakan terbaik untuk saya, meski sangat sulit untuk mengimaninya.
HIJRAH KE JAKARTA
Cerita berawal dari awal januari 2014 saya berencana hijrah
ke jakarta, dengan tekad untuk mencari suasana baru, kehidupan baru dan
teman-teman baru. Sampai-sampai saya tidak ada mengatakan sepatah katapun
kepada rekan-rekan saya di padang, bahkan anak-anak di kontrakan sekalipun. Sampai
siang itupun saya masih latihan debat dengan adek-adek di kampus. Tepat jam 12
saat istirahat latihan nesha salah satu junior di debate club mengajak saya ke
bandara, untuk jemput tantenya dari jakarta. Yaach saya memang mau berencana ke
bandara, la iyaa saya iyakan saja, karena kakak saya juga berangkat siang itu
ke jakarta sekaligus saya hihihi. Saya tidak bisa merasakan betapa jahatnya
saya saat itu meninggalkan nesha sendirian di bandara, parahnya lagi saya Cuma bilang
mo ke jakarta beberapa saat mau check in, and i still remember how nesha’s face
was, yang bertanya-tanya sama keluarga saya yang melepas siang itu di bandara, “benarkah
saya hijrah ke jakarta?” sementara saya hanya bilang untuk anterin kakak saya Cuma
sampai bandara.
PULANG DEMI HARAPAN ORANG TUA
Ternyata saya tidak bertahan lama di jakarta karena, dua
minggu kemudian ibu menyuruh pulang, karena ada sesuatu hal penting yang ingin
ayah sampaikan kepada saya. Saat di waiting room soetta saya sempat menghubungi
adik saya, apakah gerangan sehingga saya harus pulang. Ternyata ada seseorang
yang datang ke rumah berniat ingin mengkhitbah saya lewat orang tuanya. Orang yang
ingin mengkhitbah saya masih satu kampung dengan saya, yang kebetulan anak teman
ayah. Dia beda usia sekitar 6 atau 7 tahun di atas saya, berdomisili di
jakarta, yang kebetulan juga dulu kuliahnya di jurusan bahasa inggris, kampus
tetangga.
Mungkin karena saya sangat polos dan belum ada kefikiran
untuk menikah, jadi saya tolak mentah-mentah kepada ayah, dengan alasan mau
lanjut s2 dulu. Meski sebenarnya ayah saya dan ayah si uda tersebut sangat
ingin untuk berbesan.
GAGAL PPAN SAAT SEMUA SUDAH DI DEPAN MATA
Cerita berlanjut saat saya mulai persiapan IELTS dengan
teman-teman sekitar akhir maret dan sudah mulai browsing-browsing kampus impian
saya di benua biru, tapi saat itu juga saya memutuskan untuk mengikuti sekali
lagi program pertukaran pemuda antar negara (PPAN) untuk ke kanada, karena saya
masih penasaran dengan seleksi dua tahun sebelumnya ketika saya ingin ke kanada
tapi kuota saat itu hanya untuk putera, dan saya memilih program SSEYAP
(jepang-asia tenggara) dna harus puas hanya masuk 8 besar.
Alhamdulillah saya lolos 2 besar untuk ke kanada, dan semua
kesibukan dimulai, mulai dari MCU yang menghabiskan uang lumayan, SKCK,
proposal kegiatan pengabdian masyarakat, dll yang benar-benar menyita waktu dan
fikiran. Tapi karena aku optimis aku bisa, dan rasanya aku sudah maksimal
sewaktu karantina, yang Alhamdulillah beberapa alumni juga mengatakan kalau
nilai saya alhamdulillah bagus untuk hampir semua bidang, dan sewaktu interview
dengan dispora pun memang (bukannya saya sombong) kita kandidate 5 besar bisa
memprediksi urutan masing-masing. Dan setelah menjadi kandidate 2 besarpun saya
benar-benar all out. Setelah kira-kira satu bulan menunggu ternyata sampailah
pengumuman tersebut. Dan saya diminta untuk menjemput paspor yang sudah ikut
terbang ke jakarta dengan form visa kanada saya. Ternyata saya tidak lolos
meski rasanya sudah all out dan hamdulillah hasilnya juga memuaskan. Sewaktu saya
tanya alasannya karena dari cv saya pernah keluar negeri, yaah meskipun
kandidate program yang lain juga sudah pernah keluar negeri. Tapi tidak apa-apa
meski sulit mempercayainya, saya yakin ada janji Allah yang lain untuk saya.
GAGAL MENJADI DUTA BAHASA MESKI UKBI TERTINGGI PI DAN
PROPOSAL YANG BAGUS
Tidak sampai di sana, di minggu yang sama teman satu kamar
saya Rusi menyuruh saya untuk mendaftar sebagai duta bahasa. Bahkan dia yang
mengantarkan saya untuk mendaftar langsung ke balai bahasa sumbar yang jaraknya
jauh dari tempat tinggal kami. Dia punya keyakinan penuh kalau saya bisa lolos
sebagai duta bahasa. Entah untuk menghibur saya yang sedang sedih entah
sesungguhnya. Tapi alhamdulillah saya lolos sampai babak final. Dengan nilai
UKBI (uji kemahiran berbahasa indonesua) tertinggi PI 625 dan proposal ”ARI
& ACI” yang sangat mengesankan. Ke optimisan untuk menjadi juarapun semakin
membuncah ketika semua pemuncak hingga juara 2 telah disebutkan. Saat itu
beberapa rekan disebelah saya sempat beberapa kali melirik saya dan bahkan ada
yang memegang tangan saya karena yakin kalau saya yang menang. Waaah ternyata
tidak.
Langsung keesokan harinya sehabis pengumuman tersebut saya
pulang kampung untuk menenangkan diri, karena sangat kecewa sekali dengan dua
peristiwa yang sangat tidak mengenakan dan menyedihkan bagi saya saat itu. Dua kekecewaan
yang datang bersamaan saat semua usaha telah kita lakukan dengan maksimal, dan
orang-orang tau dan kagum dengan apa yang kita tampilkan.
KASIH TAK SAMPAI
Begitu sampai di rumah, senin malam ibu bertanya tentang
rencana saya kedepan, dan beliau mengatakan kalau kira-kira 15 hari yang lalu orang
tua uda yang berniat mengkhitbah saya bertanya kembali, tentang keputusan saya
(sepertinya keluarga beliau masih berniat). Saya berjanji pada ibu untuk
memberikan jawabannya besok pagi, jadi setidaknya saya punya waktu semalam
untuk benar-benar berfikir. Begitu bangun tidur selasa pagi, sayup-sayup saya
mendengar microphonedari masjid menyampaikan sehabis subuh sebuah berita duka
bahwa si uda yang berniat meminang saya menghembuskan nafas terakhirnya jam 3
malam itu di salah satu RS di jakarta. Rasanya tidak percaya, benar-benar tidak
percaya. Ternayata beliau sakit tifus dan dirawat di RS. Alfatihah untuk
almarhum. Positifnya Allah telah mempersiapkan bidadari yang lebih baik dan
indah dibanding saya di syurga kelak untuk almarhum, mungkin ini juga jawaban
atas keragu-raguan saya. Kalaupun tidak berjodoh di dunia mana tau Allah juga
punya maksud lain hehehe.
Jadi saya melewati 3 peristiwa memilukan dalam 1 minggu....
ke kanada tidak jadi setelah semua persiapan matang, duta bahasapun hanya
sampai finalis ketika UKBI tertinggi PI dan proposal terbeli idenya oleh juri
bukan jaminan kalau kamu bisa menjadi jawara. Kemudian ditinggal mantan calon
suami..hehehe..tidak hanya itu niat saya untuk mengurus persiapan s2 LN pun
gatot karena kesibukan sana sini untuk mengurus keperluan lainnya.
FAREWELL UNTUK TEMAN-TEMAN
Dan semenjak september sampai oktober saya harus melihat dan
memberikan farewell satu persatu untuk teman saya yang berangkat ke LN duluan
demi pogram pertukaran maupun karena urusan studi mereka. Rasanya seperti de
javu mengantarkan mereka satu persatu ke bandara. Dan saat itu pula lah saya
bertekad bahwa satu hari nanti saya yang akan di farewell kan hehehe.
TIDAK JADI JAWARA NAMUN MERELAKAN IDE DIPAKAI ORANG LAIN
Dan masih ada kisah sedih lagi, suatu malam sekitar pukul
23.30 malam telfon seluler saya berbunyi, ada nomor baru masuk, dan ternyata dari
salah satu finalis duta bahasa yang sedang bertarung di jakarta untuk
memperebutkan gelar duta bahasa nasional. Antara separoh bangun dan tidur saya
angkat telfon itu, dan memang suara yang di sebalik telfon itu sangat familiar
bagi saya. Si penelfon meminta izin kepada saya untuk memakai ide proposal duta
bahasa saya “ARI & ACI” untuk dipresentasekan di jakarta karena proposal
dan ide mereka ditolak alias tidak masuk kategori. Saat itu rasanya saya tidak
bisa bernafas, jantung saya berdegup kencang, saya mau berteriak tidak tapi apa
daya saya juga kasiha kepada mereka karena sudah tidak ada waktu lagi. Dan akhirnya
saya mengizinkan tetapi setelah telfon ditutup, sampai subuh saya tidak bisa
tidur. Bukan sekali itu saja proposal saya di pakai, beberapa saat setelah itu
ternyata pelatihan di sebuah sekolah yang kebetulan saya di tunjuk sebagai
salah satu instruktur juga di latar belakangi oleh thesis saya. Projek pelatihan
tersebut bernilai puluhan juta. Waahh itu ide sayaaaa. Tapi apa boleh buat saya
ni apalaah..dan memang dosen yang bersangkutan adalah penguji thesis saya. Haru,
sedih dan bangga...
BUKAN UNTUK DIKENANG
Sebenarnya masih ada satu kisah lagi di penghujung tahun,
tapi yaaa sudahlah saya tidak mau mengingat lagi. Toh saya sudah berjanji pada
diri sendiri untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Dan 2015 is time to
move on. Starting a new life with new dreams n hopes. ^_^