Aku dan Dinara ternyata tidak jauh beda hehehe
(maksa dikit..tapi bener kok..).
Melihat sosok Dinara aku bagai melihat refleksiku
di beberapa saat yang akan datang (semoga Allah menjawab) amiin.
Dinara merupakan seorang pribadi humaniora yang
sangat menyukai bidang jurnalistik, travelling, fotografi dan dunia baca. Wanita
yang menamatkan pendidikan strata satunya dibidang Ilmu Komunikasi ini
merupakan kombinasi yang pas sebagai rekan kerja sekaligus tulang rusuk Alif
Fikri tokoh utama dalam novel trilogy karya uda Ahmad Fuady sastrawan asal
ranah Minang ini.
Berawal dari
Negeri 5 Menara yang menggambarkan beberapa anak muda pesantren yang memiliki
impian untuk meraih cita-cita di luar negeri. Beranjak dari kampong halamannya Maninjau, Sumatera
Barat ke tanah Jawa, membuat sang tokoh utama Alif Fikri selalu melakukan usaha
di atas usaha rata-rata orang lain untuk berhasil di tanah perantauan. Termasuk
dalam usahanya untuk mendapatkan kesempatan dalam Pertukaran Pemuda Antar
Negara (PPAN) ke Kanada. Mulai dari kemampuan berbahasa Inggris, berdiplomasi,
wawasan kebangsaan, seni budaya, dan tentunya jurus andalannya yaitu kemampuan
tulis menulis yang selalu ia asah dan tidak hanya menjadi hobby tetapi terlebih
untuk menyambung hidupnya di ranah perantauan. Pengalaman yang sangat
mendebarkan ini begitu apik teruraikan
didalam novel ke duanya Ranah 3 Warna.
Dan sekarang
uda Ahmad Fuadi hadir dengan novel ketiga dari triloginya yaitu Rantau 1 Muara.
Novel ini sudah lama aku tunggu-tunggu kehadirannya. Mulai dari mantangin
fanpage, hingga harus bersabar dengan system penjualan onlinennya. Dan sekarang
novel ini hadir dikotaku, thanks God. Akhirnya rasa penasaranku terobati sudah.
Di dalam novel ke tiga ini diceritakan
bagaimana keadaan tokoh utama Alif Fikri setelah pulang dari Kanada dan
menamatkan pendidikan strata satunya di bidang Hubungan International yang
bertepatan dengan keadaan Negara yang tidak stabil, era reformasi dan krisi
moneter yang mengharuskan tokoh utama hijrah ke Jakarta mencari penghidupan
yang lebih bagus demi menyambung hidup diperantauan sekligus membiayai sekolah
adek-adeknya di kampong.
Masih berbekal dengan mantra saktinya yang ia
dapatkan sewaktu mondok di pondok pesantren Madani dulu man jadda wajada,
man shabara zafara, dan bakat unggulannya tulis menulis telah
mengantarkan Alif bekerja sebagai jurnalis di sebuah redaksi majalah “Derap”. Kecintaannya terhadap tulis menulis dan
jurnalistik inilah yang kemudian telah menjadikannya journalist of the week
sebutan bagi jurnalis terbaik setiap minggunya, dan sekaligus mempertemukannya
dengan calon pendamping hidupnya.
Posisi kerja yang enak ternyata tidak membuat
ia puas, dan akhirnya Alif memutuskan untuk melanjutkan pendidikan masternnya
ke luar negeri dengan cara mencari beasiswa dan salah satunya beasiswa Fulbright
ke USA. Bukan tidak ada kegagalan, bahkan banyak. Fulbright sudah ditangan
tetapi usaha dalam pencarian universitas yang siap menerimanya masih enggan
memberikan sebuah kursi saja kepada Alif.
Di usianya yang menginjak 26 tahun, tinggal
diluar negeri , dan dengan pekerjaan part time yang ia rasa sudah cukup
memenuhi kebutuhannya, ia merasa sangat membutuhkan pendamping hidup. Langsung saja
dengan ucapan bismillah ia melamar gadis keturunan Minang-Jawa yang
sempat menjadi partner kerja terbaiknya sewaktu di majalah derap dulu, Dinara. Ia
merasa sangat cocok dengan Dinara karena memiliki begitu banyak persamaan,
visi, misi, hobbi, pekerjaan, pandangan hidup dll. Ia bahkan merasa lebih
beruntung mendapatkan Dinara dibandingkan dengan Raisa, gadis pujaan hati yang
sempat ia perebutkan dengan Randai sewaktu sekolah dulu.
Bukan gampang untuk mendapatkan Dinara, wanita
cerdas, berwawasan luas, sigap, cekatan, kritis, dan tentunya mempunyai
pandangan terhadap hidupnya kedepan ini. Sang ayah yang urung memberikan restu
juga menjadi kendala dalam perjalanan kapal mereka, dan Dinara juga harus
dihadapkan dengan kenyataan untuk menunda atau bahkan mengubur cita-citanya
untuk melanjutkan pendidikan masternya ke London. Kesempatan beasiswa yang ia
dapatkan dari salah satu universitas dari negeri double-decker tersebut
harus dia postpone hingga waktu yang tidak ditentukan demi pelabuhan cintanya
dengan Alif Fikri.
Namun Tuhan berkata lain, pengorbanan Dinara telah
berbuah hasil yang sangat manis dan lebih dari cukup di Washington sana. Semasa
menemani sang suami Alif kuliah di DC, Dinara mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga
bookstore, mendapat kesempatan beasiswa S2 di DC, dan tentunya bekerja sebagai
jurnalis di salah satu station berita bergensi di USA. Dan tidak dinyana, tidak
hanya di Indonesia ia menjadi rekan kerja suaminya tapi juga di sana. Mereka berdua
sangat menjadi anadalan dari station berita tempat mereka bekerja.
Hingga akhirnya tragedy 11 September terjadi,
yang telah membuat Alif dan Dinara kehilangan sosok Mas Garuda, yang telah
banyak membatu mereka sewaktu di USA dan telah mereka anggap sebagai kakak
sendiri. Pertikaian sengitpun sering terjadi di anatara Alif dan Dinara. Dinara
yang bersikeras untuk pulang ke tanah air for good, mengabdi untuk tanah
air, dan Alif yang kekeh dengan pendiriannya untuk tetap hidup dengan segala
kecukupan di negeri Paman Sam sana.
Berkian kali Dinara meyakinkan suaminya untuk
pulang ke Indonesia. Hingga akhirnya Alif pun menyadari bahwa kehidupan mereka
sesungguhnya adalah di tanah air dengan keluarga dan sanak saudara. Namun,
cobaan silih berganti, di saat ia telah memesan tiket one-way ke tanah air
dengan paket stopping di Eropa untuk satu bulan, Alif malah di minta langsung
untuk mengepalai sebuah divisi stasiun berita di London, tempat yang paling di
impikan oleh Dinara, istrinya, dengan imbalan posisi yang berkelas dan gaji
yang jauh dari gaji mereka sebelumnya di Washington.
Naaah apakah keputusan Alif dan Dinara???? Penasarankan????
J
Silahkan
dapatkan dan baca bukunya segera, Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi.